Setelah Muncul Desakan Pembatalan
Padang Ekspres • Sabtu, 27/04/2013 11:51 WIB • REDAKSI • 1390 klik
Jakarta, Padek—Rapat
kerja (raker) Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Mohammad Nuh terkait ujian nasional (UN) kemarin (26/4),
berlangsung panas. Hujan hujatan dan kritikan terus dilontarkan
anggota parlemen kepada kementerian. Ujungnya, DPR meminta nilai
UN 2013 dibatalkan dan tidak dijadikan patokan kelulusan siswa.
Kritikan keras di antaranya diutarakan
anggota Komisi X Reni Marlina. Politisi Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) itu meminta Kemendikbud secara resmi membatalkan nilai UN 2013.
“Karena semua ketentuan dalam SOP (standard operational procedure) UN 2013 sudah tidak dipatuhi,” katanya. Mulai dari ujian tidak serempak, hingga penggunaan naskah ujian dari hasil fotokopian.
Menurut Reni, Kemendikbud tidak perlu
terlalu membesar-bersarkan potensi kekacauan nasional jika nilai UN
2013 dibatalkan. Dia menerangkan, kriteria kelulusan itu ada empat
faktor. Yakni, menuntaskan studi selama tiga tahun, mendapatkan nilai
minimal baik (baik) untuk mata pelajaran agama, olahraga, dan
kewarganegaraan, serta lulus ujian sekolah dan UN.
“Jadi jika nilai UN dibatalkan, masih
banyak kriteria kelulusan siswa,” paparnya. Reni juga mengkritisi
Kemendikbud tidak menjalankan hasil kesepakatan 2010 silam. Waktu itu
ditetapkan bahwa porsi nilai UN sebagai penentu kelulusan berangsur
surut setiap tahunnya. Mulai dari 60 persen, 50 persen, dan seterusnya.
“Tetapi, nyatanya porsi nilai UN sampai saat ini tetap 60 persen.”
Anggota Komisi X lainnya, Dedi Gumelar juga
meminta nilai UN 2013 tidak dipakai untuk kelulusan siswa. Dia
mengatakan, kebijakan ini sekaligus menjadi konsekuensi atas kacaunya
pelaksanaan UN 2013. “Panitia jangan hanya tegas ketika ada siswa
mencontek. Tetapi kalau panitianya kacau, harus ada konsekuensinya,”
papar dia.
Dedi menyebutkan tahun ini ada siasat buruk
dari sekolah menghadapi UN yang terdiri dari 20 variasi soal. “Dari
surat seorang guru masuk ke saya, sekolah telah ramai-ramai menaikkan
nilai rapor,” paparnya. Pengatrolan nilai rapor ini digunakan untuk
berjaga-jaga bila nilai UN siswa jelek.
Dari paparan Kemendikbud memang nilai rapor
siswa peserta UN, khususnya SMA tergolong tinggi-tinggi. Setelah
direkapitulasi, rata-rata nilai rapor siswa mencapai 8,46 untuk rumpun
IPA dan 8,40 untuk rumpun IPS. “Jadi, sudah tidak bisa lagi untuk
benar-benar memetakan kemampuan siswa bila ternyata sudah diutak-atik
nilai rapornya,” kata dia.
Keputusan dipakai atau tidak nilai UN
2013, saat ini ada di tangan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Di sela rapat, Nuh meminta Kepala BSNP Aman Wirakartakusumah
menjelaskan keabsahan nilai UN kepada DPR. Sayangnya, sebelum ada
penjelasan balik dari pihak pemerintah maupun BSNP, rapat diskors untuk
Shalat Maghrib dan makan malam.
Di luar ruang rapat, Aman mengatakan,
masukan dari DPR untuk membatalkan nilai UN 2013, khususnya SMA akan
dikaji. “Pimpinan BSNP itu bersifat kolektif kolegial. Jumlahnya ada 12
orang,” katanya. Karena anggota BSNP yang mengikuti rapat tadi malam
tidak komplet, Aman menuturkan, belum bisa mengambil keputusan.
Intinya, dia harus melihat dulu pola
jawaban UN 2013, khususnya di 11 provinsi yang sempat kacau. Jika dari
pengamatan pola jawaban itu ada keganjilan, misalnya angka
ketidaklulusan tinggi, bisa dikeluarkan kebijakan pembatalan nilai
UN. “Jadi, kami mohon untuk BSNP melihat dulu pola jawaban dan nilai UN
secara keseluruhan,” katanya lantas meminta izin untuk shalat.
Di bagian lain, Nuh masih ngotot tidak akan
membatalkan nilai UN. “Sekarang bayangkan, ada 22 provinsi yang UN-nya
lancar masak harus dibatalkan juga,” katanya.
Untuk 11 provinsi? “Di 11 provinsi itu
(pelaksanaan UN-nya, red) juga ada yang lancar,” paparnya. Dia
menuturkan, Kemendikbud memang menghadapi tekanan dari masyarakat
membatalkan nilai UN 2013. Namun, dia mengatakan, kebijakan yang sangat
vital itu tidak bisa ditetapkan dalam rapat singkat.
Penggunaan istilan bencana yang sering
dipakai Nuh juga mendapat kritikan dari DPR. Menurut sejumlah anggota
DPR, kacaunya UN 2013 bukan bencana. Tetapi, kelalaian yang sejatinya
bisa diantisipasi. Apalagi menurut sejumlah informasi di
lingkungan Kemendikbud, gejala amburadulnya UN 2013 sudah tercium H-10
ujian.(jpnn)
[ Red/Administrator ]
0 komentar:
Post a Comment